Untuk menyembuhkan penyakit itu diperlukan kemoterapi periode panjang yang perlu diawasi dengan sistem biopsi sumsum tulang belakangnya.
Sayangnya, cuma beberapa cost penyembuhan ini yang dijamin asuransi lantaran sistem therapy mesti dikerjakan di propinsi Anhui tempat bapak Luyao bekerja, bukanlah di Guizhou rumahnya.
Sepanjang dua th. paling akhir, untuk penyembuhan putranya itu, bapak Luyao sangat terpaksa meminjam duit sampai 200. 000 yuan atau sekitaran Rp 389 juta untuk mengobati Luyao.
Pada Agustus lantas, sesudah melakukan kemoterapi serta keadaannya lebih baik, Luyao pulang ke Guizhou, namun permasalahan tidak berhenti disana.
Sesudah pulang, Luyao mesti melakukan sistem biopsi sumsum tulang belakang di satu tempat tinggal sakit di kota Kunming, 400 km. dari tempat tinggalnya.
Dia mesti melakuan perjalanan ini sendirian lantaran dia cuma tinggal berbarengan sang kakek yang renta, sedangka sang ibu meninggalkan keluarganya mulai sejak Luyao berumur dua th..
Dari tempat tinggalnya, Luyao mesti memakai bus sampai ke kota Liupanhui sebelumnya naik kereta api ke Kunming, ibu kota propinsi Yunnan.
Pada wartawan yang menemuinya, Luyao bercerita bagiamana dia sering mesti menanti kehadiran kereta api sampai enam jam.
Sepanjang enam jam itu, dia mesti berupaya menahan tangis lantaran dia tidak menginginkan orang lain tau kalau dia ada di stasiun kereta api sendirian.
Sistem biopsi yang menyakitkan itu umumnya bikin dokter mereferensikan supaya seorang beristirahat sebagian jam.
Tetapi, Luyao segera mengawali perjalanan pulang selesai melakukan biopsi hingga dia dapat mengejar saat untuk kembali pada sekolah.
Waktu kembali pada kota Liupanshui, dia mesti menunggu sampai pagi sebelumnya naik ke bus pertama yang bakal membawanya pulang.
" Saya tidak ingat lagi berapakah banyak saya lihat matahari terbit di stasiun kereta api, " kata Luyao sembari berderai air mata.
Tetapi, untuk Luyao, perjalanan melelahkan itu seolah tidak dirasakannya sesudah dia dapat kembali pulang pas saat untuk bersekolah.
Dia begitu rindu situasi sekolah, terlebih sepanjang melakukan kemoterapi, Luyao sangat terpaksa tidak bersekolah sepanjang dua th..
Dengan semangat tidak mudah menyerah, Luyao meminjam semuanya buku untuk membaca semuanya bahan pelajaran yang tidak pernah diperolehnya sepanjang dua th. paling akhir sekalian pelajari bahan pelajaran paling baru.
Demikian keadaannya lebih baik, Luyao memohon supaya kakeknya membawanya kembali pada sekolah. Mulai sejak waktu itu, prestasi Luyao di sekolah begitu baik serta senantiasa kerjakan pekerjaan tempat tinggalnya walau dia mesti melakukan therapy.
Kegigihan Luyao ini memperoleh simpati dari salah seseorang gurunya di sekolah Peng Lu yang memohon dengan cara spesial empat siswa untuk belajar serta melindungi Luyao.
Beberapa dokter menyampaikan, Luyao mesti melakukan therapy sepanjang dua th. lagi yang peluang tidak membutuhkan transplantasi sumsum tulang belakang.
No comments:
Post a Comment